PASOEPATI, Eksistensi, dan Dinamika Dunia Persuporteran. KAMIS, 9 Februari 2023, PASOEPATI genap berusia 23 tahun. Usia yang cukup dewasa tentunya untuk sebuah komunitas suporter yang masih eksis hingga hari ini.
Komunitas suporter ini berpusat di Kota Solo, namun anggotanya menyebar di seluruh Indonesia. Bahkan ada yang kini berada di luar negeri juga, dan masih mendeklarasikan diri kalau mereka tetap seorang PASOEPATI walaupun kini ada di tanah rantau.
Seperti saat pertandingan timnas sepak bola Indonesia di ajang SEA Games 2017 di Malaysia. Cukup banyak suporter Indonesia yang datang. Ribuan orang yang mayoritas adalah TKI memadati Stadion Majlis Perbandaran Selayang, Johor kala itu (22/8/2017).
Bahkan jumlahnya hampir 70 persen dari kapasitas stadion, atau diprediksikan ada 10 ribu hingga 12 ribu suporter Indonesia yang hadir.
Ada beberapa orang yang dengan bangganya mengenakan jersey PERSIS Solo di laga ini, walaupun kala itu yang bertanding adalah Timnas Indonesia melawan Vietnam.
Ada juga yang mengenakan syal PASOEPATI untuk menonton laga ini. Salah seorang yang menggunakan syal itu adalah warga Karangpandan, Karanganyar. Kebetulan dia tengah jadi TKI untuk bekerja di daerah Johor, Malaysia.
Dia meluangkan waktu untuk melihat timnas di venue ini. Dengan bangganya, dia bilang:
“Saya tetap PASOEPATI walau ada disini. Karena PASOEPATI itu identitas warga Solo Raya,” ujarnya kala itu.
Berjuta cerita dan kenangan, tentu dirasakan anggota lainnya. Kisahnya jelas berbeda-beda saat mereka jadi bagian dari komunitas ini. Ada yang manis, datar-datar saja, atau ada juga yang pahit dengan penuh ketegangan.
Di usianya yang kini sudah 23 tahun, Pasoepati sudah tumbuh berkembang di berbagai fase. Mulai dari saat mendukung Pelita Solo, Persijatim Solo FC, Solo FC, hingga tentunya PERSIS Solo mereka dukung 100 persen sejak 2005 hingga hari ini .
Dimulainya Dinamika Persuporteran Kota Solo
Tapi ada suatu perubahan besar yang sepertinya terjadi di lapangan, saat ini. Dinamika persuporteran di Kota Solo seperti berubah drastis dan tak bisa dibendung.
Perubahan kultur, pergaulan anak-anak muda, dan tentunya dinamika persuporteran di Kota Solo menumbuhkan banyak perubahan dalam cara meluapkan fanatisme saat mendukung klub sepak bola di kota ini.
Di musim ini di Liga 1 2022/2023, PASOEPATI tak lagi mendominasi. Bukan hanya dari sisi jumlah anggota di atas tribun saat laga kandang PERSIS Solo di Manahan, tapi juga dari sisi suara lantang yang keluar dari chant-chant yang dinyanyikan para anggotanya.
Mereka kini tak terdengar paling nyaring. Ini jika dibandingkan dengan komunitas suporter lainnya yang terlihat lebih aktif bernyanyi tanpa henti sepanjang laga.
Jika sebelum pandemi Covid-19 muncul, publik hanya mengenal ada dua komunitas suporter di Kota Solo. Yakni PASOEPATI dan Surakartans/B6. Kini jumlahnya, jauh lebih banyak dari itu.
Lahirnya Komunitas Baru
Ultras 1923, dan Garis Keras Sambernyawa sudah mendeklarasikan diri untuk membentangkan benderanya sendiri. Secara ideologi, mereka berikrar keluar dari keanggotaan PASOEPATI dan berdiri secara independen.
Keduanya komunitas ini juga menanggalkan nama PASOEPATI yang lama mereka emban dalam berkomunitas. Kini kedua komunitas ini sudah berdikari untuk mengembangkan komunitasnya sendiri, dengan cara mereka sendiri.
Di lapangan, hadirnya Ultras 1923 di tribun Selatan Manahan, dan Garis Keras Sambernyawa di tribun utara, jelas membawa warna baru. Nyanyian lantangnya dan kekompakkannya membuat laga PERSIS Solo semakin bergemuruh.
Satu komunitas suporter lainnya yang ikut tumbuh di Kota Solo adalah First Mangkoenegoro atau FM 1923. Komunitas ini ikut memberi warna di dunia persuporteran di Kota Solo.
Untuk Surakartans, fanatismenya kepada tim tak pernah surut. Bahkan bisa dibilang malah semakin berlipat ganda spiritnya. Nyanyian lantangnya hampir tak pernah berhenti mereka suarakan dalam mendukung PERSIS.
Jika sebelumnya ribuan anggota Surakartans hanya berdiri tegak di tribun timur sektor B6, kini karena semakin bertambahnya jumlah anggota, membuat B6 sudah tak muat lagi untuk menampung semua anggotanya. Ekspansi ke tribun Timur lainnya seperti B7 dan B8 mau tak harus terjadi.
Lalu bagaimana dengan PASOEPATI?, mereka tetap ada di mana-mana. Terpencar di tribun utara, timur, selatan, dan barat. Sayangnya, kembali lagi ke penuturan di atas, seperti ada aura yang sedikit memudar dari eksistensi PASOEPATI di lapangan saat ini.
Apakah banyak anggota PASOEPATI yang kini sudah berganti seragam untuk ikut gabung komunitas suporter lainnya?, entahlah.
Yang pasti situasi dinamika yang terjadi di tubuh PASOEPATI, hanya internal mereka yang lebih paham dan tahu solusi terbaik untuk membenahinya.
Semua tentu merindukan nyanyian saut-sautan lagu “Alap-Alap Sambernyawa” yang dikumandangkan Pasoepati di utara ke timur, dan ke selatan. Kadang Surakartans juga ikut bersaut-sautan di momen unik tersebut.
Sigit Omponk
Ini jadi sebuah hal menarik saat menonton pertandingan secara langsung di dalam stadion. Sayangnya momen ini seperti belum juga terulang kembali musim ini.
Seraya seperti kembali menerawang momen 8/10 tahun yang lalu, semua tentu juga rindu melihat begitu gelegarnya saat dirigen Sigit Omponx berlari di lintasan atletik Manahan dari tribun barat menuju tribun utara.
Dia berlari seorang diri, atau dengan duetnya menuju tribun utara. Dia bergerak saat kickoff baru saja berjalan, untuk menginstruksikan semua anggotanya siap-siap melakukan viking clap. Ini seperti memberi kode besar untuk semua anggota PASOEPATI di tribun utara untuk berdiri, dan mengikuti ketukan tepuk tangan yang dibuatnya.
Layaknya sebagai jenderal perang, apa yang dilakukan Sigit Omponx membuat banyak pihak di tribun lainnya ikut terkesima.
Momen ini sudah lama tak terjadi lagi, tepatnya setelah Sigit Omponx putuskan menepi dan tak lagi berdiri gagah di atas stegernya. Tentu ini sejatinya jadi sebuah momen kenangan yang sangat memorable, dan ikonik dari fanatisme anggota PASOEPATI.
Koreografi Yang Selalu Ditunggu
Kalau bicara PASOEPATI Mboergadoel yang ada di tribun selatan pun tentu kreativitasnya tak perlu diragukan lagi. Di bawah komando Agos Warsoep maupun Geonk, koreo yang dibuat Mboergadoel ikonik dan sangat ditunggu-tunggu kemunculannya.
Salah satu yang paling keren adalah saat Mboergadoel membuat koreo dengan konfigurasi berbentuk bendera Indonesia. Ini mereka buat saat PASOEPATI mendukung Timnas di Manahan, beberapa tahun lalu.
Cukup unik karena koreo bendera merah putih tersebut, ternyata berganti bentuk jadi bendera Palestina. Gerakan perubahan dua bendera itu layaknya sebuah hologram raksasa yang muncul di atas tribun stadion.
Aksi ini tentu membuat ribuan pasang mata di tribun lain yang menontonnya, jadi terpukau bukan main. Aksi ini bahkan sampai mendapat apresiasi tinggi, hingga ke seluruh dunia persuporteran kala itu.
Ini jadi salah satu bukti kreativitas anggota PASOEPATI ini, tentu membuat suporter lain respect. Bahkan terinspirasi untuk ikut membuatnya.
Tapi tak bisa dibohongi juga, semua orang tentu sangat merindukan koreo spektakuler dari PASOEPATI lainnya. Dulu biasanya dibentangkan setelah kickoff baru digelar, atau setelah babak kedua mau dimulai.
Tak hanya Pasoepati Mboergadoel (tribun selatan), koreo juga dibentangkan oleh PASOEPATI Curva Nord (tribun utara) dan PASOEPATI Gate B7 (tribun timur) saat PERSIS berlaga di Manahan.
Koreografi seperti jadi bonus untuk penonton yang menonton langsung pertandingan di dalam stadion.
Sayangnya momen tradisi membentangkan koreo ini sudah tak terlihat lagi. Tentu banyak orang yang rindu dengan adanya tradisi seperti itu.
Diperlukan Regenerasi
Di lain sisi, kenangan-kenangan masa lalu tentang kejayaan PASOEPATI itu, tentu banyak pihak berharap bisa dilanjutkan oleh generasi saat ini.
Publik tentu berharap eksistensi PASOEPATI tidak memudar, apalagi kalau sampai hilang gaungnya, dan hanya menyisakan nama besarnya saja.
PASOEPATI jadi salah satu simbol dunia persuporteran di Indonesia. Jadi wajar jika banyak elemen tentu berharap komunitas ini tetap ada, tetap kreatif, dan tentunya tetap loyal kepada PERSIS Solo.
Semoga dengan usia PASOEPATI yang kini genap berusia 23 tahun ini, ada langkah-langkah positif untuk mengembalikkan lagi kejayaannya.
Ayo cepat bangkit PASOEPATI.
“Salam Edan Tapi Mapan”
NIKKO AUGLANDY
Penulis buku “Bangkitlah Sang Legenda, Kiprah PERSIS Solo di Dunia Sepakbola”